Pernikahan Adat Minahasa
Proses Pernikahan adat yang selama ini
dilakukan di tanah Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan
perkembangan jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta
acara "Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum
perkawinan, tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren"
atau malam muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat
dilaksanakan lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar. Yang
dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak batu)
dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon
pengantin. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang ini, semua acara
/ upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari saja. Pagi
hari memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana pengantin, memakai
mahkota dan topi pengantin untuk upacara "maso minta" (toki pintu).
Siang hari kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau Departemen Agama dan melaksanakan
pengesahan/pemberkatan nikah (di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan
resepsi pernikahan. Pada acara in biasanya dilakukan upacara perkawinan ada,
diikuti dengan acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan
iringan musik tradisional, seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis,
diriringi Musik Bambu dan Musik Kolintang.
Bacoho (Mandi Adat)
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh
badan dengan sabun mandi lalu mencuci rambut dengan bahan pencuci rambut yang
banyak dijual di toko, seperti shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut
"bacoho" dapat delakukan dengan dua cara, yakni cara tradisional
ataupun hanya sekedar simbolisasi.
Tradisi :
Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah parutan kulit lemong nipis atau lemong
bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai pewangi; air lemong popontolen
(citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih lemak kulit kepala; daun pondang
(pandan) yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai pewangi, bunga manduru (melati
hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati yang dihancurkan dengan
tangan, dan berfungsi sebagai pewangi; minyak buah kemiri untuk melemaskan
rambut dicampur sedikit perasan air buah kelapa yang diparut halus. Seluruh
bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman, untuk membasuh rambut. Sesudah
itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut dikeringkan.
Simbolisasi :
Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan ke dalam sehelai kain berbentuk
kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat, lalu kantong tersebut diremas dan
airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan kerambut calon pengantin
sekadar simbolisasi.
Lumele’ (Mandi
Adat): Pengantin disiram dengan air yang telah diberi bunga-bungaan warna
putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang berbau wangi, dengan mamakai gayung
sebanyak sembilan kali di siram dari batas leher ke bawah. Secara simbolis
dapat dilakukan sekedar membasuh muka oleh pengantin itu sendiri, kemudian
mengeringkannya dengan handuk yang bersih dan belum pernah digunakan
sebelumnya.
Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Minahasa dapat
dilakukan di salah satu rumah pengantin pria ataupun wanita. Di
Langowan-Tontemboan, upacara dilakukan dirumah pihak pengantin pria, sedangkan
di Tomohon-Tombulu di rumah pihak pengantin wanita.
Hal ini
mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya pengantin pria ke rumah
pengantin wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat acara resepsi. Karena
resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak keluarga pria maupun
keluarga wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang akan memegang komando
pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang dilaksanakan secara Mapalus dimana
kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa Tombuluan.
Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai kecenderungan
mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan malam.
Orang
Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai kebiasaan yang sama
dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua. Pola hidup
masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat
perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang
dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta,
Prosesi Upacara Adat di Pelaminan).
Contoh proses upacara adat perkawinan yang
dilaksanakan dalam satu hari :
Pukul 09.00 pagi, upacara Toki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk pintu tiga kali.
Pukul 09.00 pagi, upacara Toki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk pintu tiga kali.
Setelah
Tiga ketuk pintu akan dibuka dari dalam oleh wali pihak wanita.
Lalu dilakukan dialog dalam bahasa daerah Minahasa. Kemudian pengantin pria
mengetok pintu kamar wanita. Setelah pengantin wanita keluar dari kamarnya,
diadakan jamuan makanan kecil dan bersiap untuk pergi ke Gereja.
Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus dinikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat datang ke kantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja.
Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin, namun menggunakan gedung / hotel.
Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus dinikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat datang ke kantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja.
Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin, namun menggunakan gedung / hotel.
Apabila
pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi upacara adat perkawinan,
ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang dapat melaksanakannya. Dan prosesi
upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai sub-etnis Minahasa, hal ini
tergantung dari keinginan atau asal keluarga pengantin. Misalnya dalam versi
Tonsea, Tombulu, Tontemboan ataupun sub-etnis Minahasa lainnya.
Prosesi
upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15 menit, dilanjutkan dengan
kata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue pengantin , acara salaman,
makan malam dan sebagai acara terakhir (penutup) ialah dansa bebas yang dimulai
dengan Polineis.
Prosesi Upacara Perkawinan d Prosesi Upacara
Perkawinan di Pelaminan
|
|
Penelitian prosesi upacara perkawinan adat
dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Minahasa Jakarta pimpinan Ny. M.
Tengker-Rombot di tahun 1986 di Minahasa. Wilayah yang diteliti adalah Tonsea,
Tombulu, Tondano dan Tontemboan oleh Alfred Sundah, Jessy Wenas, Bert Supit,
dan Dof Runturambi. Ternyata keempat wilayah sub-etnis tersebut mengenal
upacara Pinang, upacara Tawa’ang dan minum dari mangkuk bambu (kower).
Sedangkan upacara membelah kayu bakar hanya dikenal oleh sub-etnis Tombulu dan
Tontemboan. Tondano mengenal upacara membelah setengah tiang jengkal kayu
Lawang dan Tonsea-Maumbi mengenal upacara membelah Kelapa.
Setelah
kedua pengantin duduk di pelaminan, maka upacara adat dimulai dengan
memanjatkan doa oleh Walian disebut
Sumempung (Tombulu) atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara
"Pinang Tatenge’en". Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang dimana kedua
mempelai memegang setangkai pohon Tawa’ang megucapkan ikrar dan janji. Acara
berikutnya adalah membelah kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan
membelah tiga potong kayu bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua
pengantin makan sedikit nasi dan ikan, kemudian minum dan tempat minum terbuat
dari ruas bambu muda yang masih hijau. Sesudah itu, meja upacara adat yang
tersedia didepan pengantin diangkat dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan
adat mohon diri meniggalkan pentas upacara. Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat
dinamakan Tambahan (Tonsea), Zumant (Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah.
Bahasa
upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra bahasa sub-etnis
Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh perumpamaan nasehat.
Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari Kabasaran sebagai
anak buah Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena
penari Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum berkembang
seperti halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat perkawinan
bebas melakukan improvisasi bahasa upacara adat. Tapi simbolisasi benda
upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas
bambu tetap sama maknanya.benda upacara, seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang
dan tempat minum dari ruas bambu tetap sama maknanya.